Belum lama ini Pemerintah Kabupaten Sleman melantik kepengurusan sejumlah kelompok petani milenial. Pembentukan kelompok-kelompok petani milenial merupakan bagian dari pelaksanaan program Kementerian Pertanian dalam usaha menjaga kelestarian usaha pertanian.
Petani milenial adalah petani yang berusia 19–39 tahun dan atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital. Definisi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 4 Tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber Daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hal utama yang membedakan petani milenial dengan petani “biasa” terletak pada karakternya yang adaptif terhadap teknologi digital.
Predikat “milenial” diterjemahkan dengan kemampuan memanfaatkan teknologi digital guna menunjang usaha pertanian, baik pada usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, maupun jasa penunjang. Artinya para petani milenial didorong menjadi penggerak kemajuan usaha pertanian secara luas dengan memanfaatkan teknologi digital.
Teknologi digital harus dipahami dalam arti luas, bukan sekedar aplikasi pemasaran. Usaha hulu, usaha tani, dan agroindustry juga harus didukung dengan teknologi digital, termasuk pemanfaatan artificial intelligent (AI). Jadi para petani milenial tidak harus berkotor-kotor dengan lumpur sebab sangat mungkin pekerjaan kotor sudah digantikan robot.
Petani milenial bekerja tidak hanya mengandalkan tenaga fisik melainkan lebih mengandalkan kemampuan otak. Mereka harus mampu membuat alur kerja yang detail dan rapi, kemudian menyusunnya dalam program komputer untuk selanjutnya mengintegrasikan program tersebut dengan alat, jaringan ataupun mesin.
Dengan gambaran seperti itu maka upaya pemberdayaan petani milenial tidak cukup hanya dikerjakan oleh Pemkab. Apalagi hanya digarap sendirian oleh Dinas Pertanian. Diperlukan kerjasama semua dinas dan lembaga yang ada di Kabupaten Sleman, dan diperlukan kerjasama dengan mitra di luar Pemkab.
Perlu bermitra dengan perguruan tinggi, lembaga-lembaga riset, dunia usaha, dunia industri, Lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain. Mitra dari perguruan tinggi tidak sebatas dari fakultas/jurusan pertanian melainkan juga dari bidang-bidang lain seperti biologi, kehutanan, pemrograman komputer, Teknik Mesin, dan lain-lain.
Melalui tulisan ini saya ingin mengajak para pengelola perguruan tinggi yang berlokasi di wilayah Sleman untuk berperan secara aktif dalam pemberdayaan petani milenial. Bisa dibangun kerjasama antara Pemkab Sleman dengan perguruan tinggi dalam kegiatan riset, rancang bangun, rekayasa, maupun uji-coba berbagai teknologi dalam bidang pertanian.
Dalam spirit merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) tentunya para pengelola perguruan tinggi perlu menjalin kemitraan dengan banyak pihak. Para mahasiswa sangat perlu diberi pengalaman riil dalam kehidupan nyata. Di sinilah Pemkab Sleman membuka kesempatan yang luas untuk bermitra.
Mahasiswa, khsusnya dari fakultas pertanian dan fakultas teknolgi pertanian, tidak perlu pergi jauh untuk mempelajari bidang pertanian dalam arti luas. Mari manfaatkan potensi yang ada di Sleman. Berinteraksilah dengan para petani Sleman. Curahkanlah ilmu, pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya yang lain untuk turut serta memajukan Sleman. Mari berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Sleman.
Dari sisi internal saya berharap semua pegawai di lingkungan Pemkab Sleman untuk lebih membuka diri. Mereka harus ramah dan sigap dalam menanggapi dan melayani berbagai tawaran kolaborasi dari manapun, termasuk dari perguruan tinggi, lembaga-lembaga riset, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Syukur jika para pegawai Pemkab Sleman bisa bersikap proaktif dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan serta dalam berjejaring.
ikuti juga update di: https://www.instagram.com/danangmaharsa/